Rabu, 14 Juli 2010

CERITA SEORANG ANAK YATIM PIATU SELEPAS PESTA ULANG TAHUN TETANGGANYA

Seminggu lalu datanglah undangan
Untuk kami anak-anak penghuni Panti Asuhan
Diantarkan seorang ibu dan anak gadisnya
Sekolahnya kira-kira di SMA
Mereka naik Corolla biru
Dari pakaian, cara bicara dan perilaku
Kelihatan tamu ini orang gedongan
Golongan yang hidup lebih dari kecukupan.

Mereka mengundang anak-anak Panti Asuhan
Untuk ikut acara ulang tahun
Rebo jam tujuh malam.

Dan berangkatlah kami pada waktu yang ditentukan
Berjumlah dua puluh tiga, termasuk bapak dan ibu asrama
Jalan kaki bersama, karena jaraknya
cuma terpisah sepuluh rumah saja
Rombongan disilakan masuk dengan ramah
Dan anak-anak berusaha duduk di belakang-belakang saja
Tapi disuruh berbaur dengan tamu-tamu lainnya
Para remaja belasan tahun
Mereka sehat-sehat, harum-harum
Berbaju mahal dan tembem-tembem pipinya
Saya berjuang melawan sifat minder saya
Duduk di tengah ruang tamu yang luas

Di atas karpet bersila, pegal dan canggung
Di antara jajaran barang antik dan macam-macam perabotan
Di bawah lampu keristal bergelantungan.

Tapi alangkah aku jadi heran
Tidak ada acara potong kue dan tiup lilin
Tidak ada tepuk tangan mengiringi
Lagu Hepi-Bisde-Tuyu
Hepi-Bisde-Tuyu.
--------------------------------------
Lalu seorang remaja membaca Surah Luqman
Dengan suara amat merdunya
Dan suaranya berubah jadi untaian mutiara
Yang berkilauan jadi kalung di leher pendengarnya.

Kemudian Lia yang berulang tahun
Berpidato sangat mengharukan
”Dalam acara seperti ini
Bukan saya yang jadi pusat perhatian
Diperingati atau dihargai

Tapi mama
Ya, mama kita
Ibunda kita
Dan ayahanda.
Ibunda dan ayahanda
Pusat perhatian kita.

Hari ini, enam belas tahun yang lalu
Mama melahirkan saya
Posisi saya sungsang
Saya terlalu besar
Jadi mama harus sectio Caesaria
Mama dibedah, berdarah-darah
Seluruh keluarga khawatir dan berdoa
Di luar ruang operasi duduk menanti berita
Dalam kecemasan luar biasa
Tapi alhamdulillah kelahiran selamat
Walau pun mama sangat menderita

Sekarang ini, enam belas tahun kemudian
Ulang tahun saya dirayakan
Saya pikir, tidak logis saya jadi pusat perhatian
Harus mama yang jadi pusat perhatian
Mama. Bukan saya
Saya pikir, tidak logis saya minta kado
Harus mama yang diberi kado…”

Anak gadis itu berhenti sebentar
Dia sangat terharu
Kemudian dia mengambil sebuah bungkusan
Kertas berkilat, diikat pita berbentuk bunga

”Mama
Terima kasih mama, terima kasih
Mama telah melahirkan saya
Dengan susah payah
Mama menyabung nyawa
Berdarah-darah
Persis malam ini, 16 tahun yang lalu
Terimalah rasa terima kasih ananda
Tidak seberapa harganya.”

Mamanya berdiri
Terpukau pada kata-kata anak gadisnya
Terharu pada jalan pikirannya
Yang dia tak sangka-sangka
Dia langsung memeluk anaknya
Terguguk-guguk menangis
Keduanya tersedu-sedu
Hadirin menitikkan air mata pula
Suasana mencekam terasa
Dan hening agak lama
---------------------------------------------
Kemudian kakak pembawa acara berkata
”Para hadirin yang mulia
Ini memang kejutan bagi kita
Karena dengan tahun yang lalu acara ini berbeda
Lia tidak mau tiup lilin jadi acara
Karena ditemukannya di ensiklopedia

Manusia di Zaman Batu di Eropah

Percaya pada kekuatan nyala lilin, begitu tahayulnya

Bisa mengusir sihir, roh jahat, leak dan memedi begitu katanya

Termasuk sijundai, setan, hantu, kuntilanak dan gendruwo

Dan itu berlanjut ke zaman Romawi kuno

Lalu dikarang lagi berikutnya superstisi

Yaitu apabila lilin-lilin itu sekali tiup nyalanya semua mati

Maka akan terkabul apa yang jadi cita-cita di dalam hati.

Lia tidak mau acara ulang tahunnya oleh tahayul jadi bernoda

Acara yang ditentukan oleh budaya jahiliah zaman purbakala

Katanya: ’Kok tiupan nyala 16 lilin bisa menentukan nasib saya?

Allah yang menentukan nasib saya

Sesudah kerja keras saya

Saya tidak mau dibodoh-bodohi tahayul

Walau pun itu datangnya dari barat atau pun timur juga

Saya tidak mau dibodoh-bodohi budaya mereka

Minta kado dari Papa dan Mama

Minta kado dari keluarga dan kawan-kawan saya.

Saya tidak mau cuma jadi kawanan burung kakaktua

Burung beo yang pintar meniru adat Belanda dan Amerika

Dalam acara ulang tahun kita’

Begitu katanya.”

Sesudah bertangis-tangisan dengan ibunya

Berkatalah yang berulang tahun itu

”Hadiah paling saya harapkan dari kalian

Adalah doa bersama

Sesudah hamdalah dan salawat

Karena saya ingin jadi anak yang baik laku

Jadi perhiasan di leher ibuku

Jadi penyenang hati ayahku

Rukun dengan kakak-kakak dan adik-adikku

Bertegur-sapa dengan semua tetangga

Dan kelak ketika dewasa

Berguna bagi Indonesia.”
-------------------------------------------------
Anak yatim piatu yang mendapat undangan itu

Lihatlah bersama kawan-kawannya

Disilakan makan bersama-sama

Dengarlah kisah kesannya kini:

”Dalam acara makan kunikmati nasi

Beras Rajalele yang putih gurih

Dendeng tipis balado, ikan emas panggang

Dan udang goreng, besar dan gemuk-gemuk

Belum pernah aku memegang udang sebesar itu

Di asrama ikan asin dan tempe

Seperti nyanyian yang nyaris abadi

Kadang-kadang makan pun cuma sekali sehari.

Ketika kulayangkan pandangku ke depan

Kulihat tuan rumah yang baik hati itu

Bapak dan ibu itu

Berdiri bersama Lia anak gadisnya

Berbicara amat mesranya

Kubayangkan ayahku almarhum

Mungkin seusia dengan bapak ini

Beliau meninggal ketika umurku setahun

Kubayangkan ibuku almarhumah

Wafat ketika aku kelas enam SD

Mungkin seusia pula dengan ibu itu

Tidak pernah aku merayakan ulang tahunku

Tidak pernah.

Semoga sorga firdaus jua

Bagi ibu bapakku

Panas mengembang di atas pipiku

Tak tertahan

Titik air mataku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon komentar nya ya