PENGANTAR
Sebagaimana modal finansial dan modal manusia (human capital), modal
sosial dewasa ini juga semakin diakui sebagai faktor penting yang
menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Ada kecenderungan
bahwa seolah-olah modal sosial hanya dapat dikembangkan oleh komunitas
dimana modal sosial tersebut beroperasi. Sehingga modal sosial seakan-akan
hanya merupakan domain atau wilayah kerja masyarakat sipil (civil society)
dimana inisiatif lokal, organisasi sosial, lembaga non-pemerintah dan
gerakan-gerakan partisipasi lokal lainnya merupakan garda depan dalam
membangun modal sosial.
Kebijakan publik, termasuk di dalamnya kebijakan sosial, dapat dijadikan
perangkat negara yang penting dalam membangun dan meningkatkan modal
sosial. Pemerintah dapat menciptakan kondisi dengan mana modal sosial
suatu komunitas dapat dikembangan atau sebaliknya. Tulisan ini berargumen
bahwasanya saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menempatkan
hukum, kebijakan dan program-program pemerintah sebagai perangkat yang
penting dalam meningkatkan kualitas modal sosial yang pada gilirannya
bermanfaat bagi pembangunan bangsa secara menyeluruh.
KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam
arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan
pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta,
dunia usaha maupun masyarakat madani (civil society). Kebijakan pada
intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang
secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam,
finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak,
penduduk, masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari
adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan,
teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik
suatu negara.
Banyak sekali definisi mengenai kebijakan publik. Sebagian besar ahli
memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitann ya dengan keputusan atau
ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan
membawa dampak baik bagi kehidupan warganya. Bahkan, dalam pengertian
yang lebih luas, kebijakan publik sering diartikan sebagai ‘apa saja yang
dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan’. Seperti kata
Bridgman dan Davis (2004:3), seringkali, kebijakan publik tidak lebih dari
pengertian mengenai ‘whatever government choose to do or not to do.’
Kadang-kadang, kebijakan publik menunjuk pada istilah atau konsep untuk
menjelaskan pilihan-pilihan tindakan tertentu yang sangat khas atau spesifik,
seperti kepada bidang-bidang tertentu dalam sektor-sektor fasilitas umum,
transportasi, pendidikan, kesehatan, perumahan atau kesejahteraan. Urusan-
urusan yang menyangkut kelistrikan, air, jalan raya, sekolah, rumah-sakit,
perumahan rak yat, lembaga-lembaga rehabilitasi sosial adalah beberapa
contoh yang termasuk dalam bidang kebijakan publik. Sebagai contoh,
kebijakan sosial secara ringkas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
kebijakan publik yang mengatur urusan kesejahteraan. Kebijakan sosial
secara khusus sejatinya adalah kebijakan kesejahteraan.
Konsep kesejahteraan menunjuk pada proses mensejahterakan manusia atau
aktivitas untuk mencapai kondisi sejahtera. Di sini, istilah ‘kesejahteraan’
tidak perlu pakai kata ‘sosial’ lagi, karena sudah jelas menunjuk pada sektor
atau bidang pembangunan sosial. Sektor ‘pendidikan’ dan ‘kesehatan’ juga
tidak pakai embel-embel ‘sosial’ atau ‘manusia’. Selain di Indonesia kata
sosial memiliki terlalu banyak arti dan karenanya sering disalahfahami, di
negara lain istilah yang banyak digunakan untuk menjelaskan ‘bidang sosial’
secara spesifik ini adalah ‘welfare’ (kesejahteraan) yang umumnya
menerangkan berbagai sistem pelayanan sosial dan skema jaminan sosial
bagi kelompok yang tidak beruntung. Oleh karena itu, istilah ‘pembangunan
kesejahteraan sosial’ sesungguhnya cukup disebut ‘pembangunan
kesejahteraan’. Implikasinya, Departemen Sosial juga lebih tepat jika diberi
nama Departemen Kesejahteraan. Sedangkan Menko Kesejahteraan Rakyat
lebih tepat diubah menjadi Menko Sosial karena mencakup bidang-bidang
pembangunan sosial yang luas dan menjadi payung Departemen
Kesejahteraan, Pendidikan, Kesehatan dan seterusnya.
Beragam pengertian mengenai kebijakan publik ini tidak bisa dihindarkan,
karena kata ‘kebijakan’ (policy) merupakan penjelasan ringkas yang
berupaya untuk menerangkan berbagai kegiatan mulai dari pembuatan
keputusan-keputusan, penerapan, dan evaluasinya. Telah ban yak upaya untuk
mendefinisikan kebijakan publik secara tegas dan jelas, namun pengertiannya
tetap saja menyentuh wilayah-wilayah yang seringkali tumpang-tindih,
ambigu, dan luas. Beberapa kalangan mendifinisikan kebijakan publik hanya
sebatas dokumen-dokumen resmi, seperti perundang-undangan dan peraturan
pemerintah. Sebagian lagi, mengartikan kebijakan publik sebagai pedoman,
acuan, strategi dan kerangka tindakan yang dipilih atau ditetapkan sebagai
garis besar atau roadmap pemerintah dalam melakukan kegiatan
pembangunan.
Tulisan ini mengambil posisi bahwa setiap perundang-undangan adalah
kebijakan, namun tidak setiap kebijakan diwujudkan dalam bentuk
perundang-undangan. Hogwood dan Gunn (1990) menyatakan bahwa
kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain
untuk mencapai hasil-hasil tertentu. Ini tidak berarti bahwa makna
‘kebijakan’ hanyalah milik atau domain pemerintah saja. Organisasi-
organisasi non-pemerintah, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
Organisasi Sosial (Karang Taruna, Pendidikan Kesejahteraan Keluaga, dll)
dan lembaga-lembaga voluntir lainnya memiliki kebijakan-kebijakan pula.
Namun, kebijakan mereka tidak dapat diartikan sebagai kebijakan publik
karena tidak dapat memakai sumberdaya publik atau memiliki legalitas
hukum sebagaimana lembaga pemerintah. Sebagai contoh, pemerintah
memiliki kewenangan menarik pajak dari rakyat dan berhak menggunakan
uang dari pajak tersebut untuk mendanai kegiatan pembangunan. Hal yang
sama tidak dapat dilakukan oleh organisasi non-pemerintah, Karang Taruna
atau kelompok-kelompok arisan.
Mengacu pada Hogwood dan Gunn, Bridgman dan Davis (2004) menyatakan
bahwa kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
§ Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataan-
pernyataan yang ingin dicapai.
§ Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan
pemerintah yang telah dipilih.
§ Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan
pemerintah.
§ Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana
penggunaan sumberdaya lembaga dan strategi pencapaian tujuan.
§ Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh
pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu.
§ Teori yang menjelaskan bahwa jika kita melakukan X, maka akan
diikuti oleh Y.
§ Proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu yang relatif
panjang.
DIMENSI KEBIJAKAN PUBLIK
Bridgeman dan Davis (2004: 4-7) menerangkan bahwasanya kebijakan
publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan, yakni sebagai
pilihan tindakan yang legal atau sah secara hukum (authoritative choice),
sebagai hipotesis (hypothesis), dan sebagai tujuan (objective).
Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal
Pilihan tindakan dalam kebijakan bersifat legal atau otoritatif karena dibuat
oleh orang yang memiliki legitimasi dalam sistem pemerintahan. Keputusan-
keputusan itu mengikat para pegawai negeri untuk bertindak atau
mengarahkan pilihan tindakan atau kegiatan seperti menyiapkan rancangan
undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dipertimbangkan oleh
parlemen atau mengalokasikan anggaran guna mengimplementasikan progam
tertentu.
Meskipun demikian, keputusan-keputusan legal belum tentu dapat
direalisasikan seluruhnya. Selalu saja ada ruang atau kesenjangan antara
harapan dan kenyataan, antara apa yang sud ah direncanakan den gan apa yang
dapat dilaksanakan. Kebijakan sebagai keputusan legal bukan juga berarti
bahwa pemerintah selalu memiliki kewenangan dalam menangani berbagai
isu. Setiap pemerintahan biasanya bekerja berdasarkan warisan kebiasaan-
kebiasaan pemerintahan terdahulu. Rutinitas birokrasi yang diterima biasanya
merefleksikan keputusan kebijakan lama yang sudah diterbukti efektif jika
diterapkan. Dalam kontkes ini, adalah penting mengembangkan proses
kebijakan yang partisipatif dan dapat diterima secara luas sehingga dapat
menjamin bahwa usulan dan aspirasi masyarakat dapat diputuskan secara
teratur dan mencapai hasil baik.
Kebijakan publik lahir dari dunia politik yang melibatkan proses yang
kompleks. Gagasan dapat datang dari berbagai sumber, seperti kepentingan
para politisi, lembaga-lembaga pemerintah, interpretasi para birokrat, serta
intervensi kelompok-kelompok kepentingan, media dan warga negara.
Inti dari dunia politik adalah lembaga eksekutif, yakni kelompok menteri
yang meduduki posisi puncak dan memiliki kewenangan pemerintahan atas
nama parlemen. Para menteri tidak saja memahami nuansa politik
pekerjaannya, melainkan pula menghargai bahwa dirinya dan para pemain
lain dalam pemerintahan memerlukan arahan-arahan kebijakan. Kekuasaan
diwujudkan melalui kemampuan melahirkan keputusan-keputusan yang
dinyatakan secara jelas dan terarah. Melalui kebijakan-kebijakan,
pemerintahan membuat ciri khas kewenangannya. Karena dari kompleksitas
dunia politik harus dibuat pilihan-pilihan tindakan yang sah atau legal untuk
mencapai tujuan tertentu.
Kebijakan kemudian dapat di lihat sebagai respon atau tanggapan resmi
terhadap isu atau masalah publik. Hal berarti bahwa kebijakan publik adalah:
Intensional atau memiliki tujuan. Kebijakan publik berarti pencapaian
tujuan pemerintah melalui penerapan sumber-sumber publik.
Menyangkut pembuatan keputusan-keputusan dan pengujian
konsekuensi-konsekuensinya.
Terstruktur dengan para pemain dan langkah-langkahnya yang jelas
dan terukur.
Bersifat politis yang mengekspresikan pemilihan prioritas-prioritas
program lembaga eksekutif.
Kebijakan publik sebagai hipotesis
Kebijakan dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan
akibat. Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi
mengenai perilaku. Kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong
orang untuk melakukan sesuatu atau disinsentif yang mendorong orang tidak
melakukan sesuatu. Kebijakan harus mampu menyatukan perkiraan-perkiraan
(proyeksi) mengenai keberhasilan yang akan dicapai dan mekanisme
mengatasi kegagalan yang mungkin terjadi. Misalnya, jika pemerintah
menaikan harga BBM, maka akan banyak orang mengurangi biaya
perjalananya, akibatnya tempat-tempat pariwisata akan semakin jarang
dikunjungi dan para pemilik hoter serta pedaganag disekitar lokasi wisata
mengalami kerugian. Atau, jika BBM dinaikkan akan banyak perusahaan
menaikan harga produksinya yang akan mengakibatkan harga barang-barang
meningkat dan masyarakat kelas bawah semakin sulit memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Namun demikian, kebijakan bukanlah laboratorium tempat ujicoba. Biasanya
sulit untuk mengevaluasi asumsi-asmsi perilaku sebelum sebuah kebijakan
benar-benar dilaksanakan. Pemerintah mungkin memperkirakan bahwa
sebuah paket pengurangan pajak akan mendapa respon positif dari rakyat.
Tetapi, hingga pemerintah mengumumkan pengurangan itu dan mengukur
dampaknya, para menteri harus selalu waspada karena akibat yang
ditimbulkan kebijakan tersebut belum tentu sesuai dengan perkiraan
sebelumnya.
Kebijakan biasan ya diciptakan dalam situasi ketidakpastian dan diuji oleh
lingkungan dimana ia diterapkan. Para pembuat kebijakan belajar dengan
menemukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam membuat asumsi-
asumsi dan model-model kebijakan. Sebuah proses kebijakan yang baik
biasanya merumuskan asumsi-asumsinya secara jelas sehingga para
pelaksana kebijakan memahami teori dan model kebijakan yang mendukung
keputusan-keputusan dan rekomendasi-rekomendasi di dalamnya.
Memahami kebijakan sebagai hipotesis memerlukan kalkulasi-kalkulasi
ekonomi dan sosial dari para penasihat dan pembuat kebijakan. Memandang
kebijakan sebagai sebagai hipotesis juga menekankan pentingnya pelajaran
dan temuan-temuan dari hasil implementasi dan evaluasi. Pembuatan
kebijakan yang baik didasari kemampuan dalam memahami pelajaran-
pelajaran dari pengalaman-pengalaman kebijakan dan menerapkan pelajaran
itu dalam langkah perumusan kebijakan berikutnya. Karena ban yaknya
pemain dan kepentingan dalam perumusan sebuah kebijakan,
mengintegrasikan pengalaman penerapan kebijakan dengan perbaikan
kebijakan berikutnya tidak selalu mudah dilakukan. Temuan-temuan di
lapangan mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan perlu dicatat dan
didokumentasikan secara baik dalam sebuah naskah kebijakan (policy paper)
sehingga dapat diperlajari dan disebarluaskan. Seorang analis kebijakan dari
Amerika, Aaron Wildavsky men yatakan bahwa ‘kita berharap bahwa
hipotesis baru dapat dikembangkan menjadi teori yang mampu menjelaskan
realitas lebih baik’ (Bridgman dan Davis 2004). Teori-teori yang baik yang
dukung oleh hasil-hasil evaluasi, merupakan dasar guna memperbaiki
kebijakan-kebijakan publik.
Kebijakan publik sebagai tujuan
Kebijakan adalah a means to an end, alat untuk mencapai sebuah tujuan.
Kebijakan publik pada akhirnya menyangkut pencapaian tujuan publik.
Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang
didesain untu mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik
sebagai konstituen pemerintah. Proses kebijakan harus mampu membantu
para pembuat kebijakan merumuskan tujuan-tujuannya. Sebuah kebijakan
tanpa tujuan tidak memiliki arti, bahkan tidak mustahil akan menimbulkan
masalah baru. Misalnya, sebuah kebijakan yang tidak memiliki tujuan jelas,
program-program akan diterapkan secara berbeda-beda, strategi
pencapaiannya menjadi kabur, dan akhirnya para analis akan menyatakan
bahwa pemerintah telah kehilangan arah. Karenanya, sebuah kebijakan yang
baik akan menghindari jebakan ini dengan jalan merumuskan secara ekplisit:
Pernyataan resmi mengenai pilihan-pilihan tindakan yang akan
dilakukan.
Model sebab dan akibat yang mendasari kebijakan.
Hasil-hasil yang akan dicapai dan kurun waktu tertentu.
Proses perumusan kebijakan yang effektif memperhatikan keselarasan antara
usulan kebijakan dengan agenda dan strategi besar (grand design)
pemerintah. Melalui konsultasi dan interaksi, tahapan perumusan kebijakan
menkankan konsistensi sehingga kebijakan yang baru tidak bertentangan
dengan agenda dan program pemerintah yang sedang dilaksanakan.
Kebijakan publik dibuat oleh banyak orang dalam suatu rantai pilihan-pilihan
yang meliputi analisis, implementasi, evaluasi dan rekonsiderasi
(pertimbangan kembali). Koordinasi ini hanya dimungkinkan jika tujuan-
tujuan kebijakan dinyatakan secara jelas dan terukur. Manakala tujuan-tujuan
kebijakan tidak jelas atau berlawanan satu sama lain, kebijakan hanya
memiliki sedikit kesempatan untuk berhasil. Penetapan tujuan merupakan
langkah utama dalam sebuah proses lingkaran pembuatan kebijakan.
Peneapan tujuan juga merupakan kegiatan yang paling penting karena hanya
tujuanlah yang dapat memberikan arah dan alasan kepada pilihan-pilihan
publik.
Dalam kenyataannya, pembuat kebijakan seringkali kehilangan arah dalam
menetapkan tujuan-tujuan kebijakan. Solusi kerapkali dipandang lebih
penting daripada masalah. Padahal yang terjadi seringkal sebaliknya dimana
sebuah solusi yang baik akan gagal jika diterapkan pada masalah yang salah
(Suharto, 2005a). Di sini, identifikasi masalah dan kebutuhan (needs
assessment) menjadi sangat penting. Kebijakan yang baik dirumuskan
berdasarkan masalah dan kebutuhan masyarakat.
Aktivitas kebijakan sangat cepat bergerak. Setelah keputusan dibuat,
kegiatan-kegiatan untuk menerapkan keputusan tersebut harus segera
dipersiapkan. Waktu dan kewenangan yang tersedia guna mendukung arah
yang dipilih umumnya sangat terbatas dan karenanya menuntut penyesuaian.
Pilihan-pilihan kebijakan yang telah dipilih tidak menutup kemungkinan
menjadi sedikit berbeda dengan pilihan-pilihan sebelumnya.
Tujuan-tujuan kebijakan yang telah ditetapka juga biasanya sedikit
melenceng dikarenakan adanya akibat-akibat yang terjadi diluar perkiraan.
Akibat sampingan (side effects) atau yang dikenal dengan istilah externalities
atau spillovers ini hanya bisa diketahui setelah kebijakan diterapkan. Selain
mempengaruhi pencapaian tujuan kebijakan, externalities tentu saja
‘mengganggu’ hasil-hasil kebijakan yang telah ditetapkan danbahkan tidak
jarang menciptakan masalah-masalah baru yang lebih kompleks. Sebuah
skema pemberian lisensi pada kegiatan tertentu, seperti pembentukan skema
asuransi sosial atau pemberian kredit mikro bagi rakyat miskin, biasanya
mengancam elit tertentu atau kelompok status quo yang kemungkinan
terganggu oleh kebijakan baru. Secara politis mereka berupaya menghambat
atau merubah kebijakan baru itu yang dipandang menguntngkan atau
minimal tidak mengganggu kepentingan mereka.
Agar kebijakan tetap terfokus pada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan,
pembuatan kebijakan harus dilandasi oleh lingkaran tahapan kebijakan yang
meliputi perencanaan dan evaluasi. Dalam proses ini, para pembuat kebijakan
biasanya dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan seperti:
Apa maksud atau fungsi sebuah kebijakan?
Bagaimana kebijakan itu akan mempengaruhi agenda pemerintah
secara keseluruhan, departemen-departemen pemerintahan,
kelompok-kelompok klien, kelompok-kelompok kepentingan, dan
masyarakat banyak?
Apa dan bahaimana hubungan antara alat-alat impelementasi dengan
tujuan-tujuan kebijakan?
Apakah ada alat atau mekanisme implementasi yang lebih sederhana?
Bagaimana kebijakan ini berkaitan dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang lainnya?
Dapatkan kebijakan yang baru itu menghasilkan perbedaan seperti
yang diharapkan?
Dalam sebuah lingkaran perumusan kebijakan, pilihan-pilihan tindakan yang
legal dibuat berdasarkan hipotesis yang rasional guna mencapai tujuan-tujuan
kebijakan yang ditetapkan. Rumusan sederhana ini menunjukan hubungan
antara ketiga dimensi kebijakan di atas. Artinya, kebijakan publik sebagai
pilihan tindakan legal, sebagai hipotesis dan sebagai tujuan merupakan tiga
serangkai yang saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiganya merupakan
prasyarat sekaligus tantangan bagi kebijakan publik yang efektif.
gimana neh kawan2
BalasHapussemoga materi mengenai kebijakan publik dapat membuka pemikiran kita yang selama ini awam tentang kebijakan publik yang di ambil pemerintah kita...
mohon tinggalkan saran dan kritiknya yaa...