Minggu, 07 September 2008

KEBIJAKAN PUBLIK APA ITU?

PENGANTAR

Sebagaimana modal finansial dan modal manusia (human capital), modal

sosial dewasa ini juga semakin diakui sebagai faktor penting yang

menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Ada kecenderungan

bahwa seolah-olah modal sosial hanya dapat dikembangkan oleh komunitas

dimana modal sosial tersebut beroperasi. Sehingga modal sosial seakan-akan

hanya merupakan domain atau wilayah kerja masyarakat sipil (civil society)

dimana inisiatif lokal, organisasi sosial, lembaga non-pemerintah dan

gerakan-gerakan partisipasi lokal lainnya merupakan garda depan dalam

membangun modal sosial.

Kebijakan publik, termasuk di dalamnya kebijakan sosial, dapat dijadikan

perangkat negara yang penting dalam membangun dan meningkatkan modal

sosial. Pemerintah dapat menciptakan kondisi dengan mana modal sosial

suatu komunitas dapat dikembangan atau sebaliknya. Tulisan ini berargumen

bahwasanya saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menempatkan

hukum, kebijakan dan program-program pemerintah sebagai perangkat yang

penting dalam meningkatkan kualitas modal sosial yang pada gilirannya

bermanfaat bagi pembangunan bangsa secara menyeluruh.

KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam

arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan

pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta,

dunia usaha maupun masyarakat madani (civil society). Kebijakan pada

intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang

secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam,

finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak,

penduduk, masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari

adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan,

teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik

suatu negara.


Banyak sekali definisi mengenai kebijakan publik. Sebagian besar ahli

memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitann ya dengan keputusan atau

ketetapan pemerintah untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap akan

membawa dampak baik bagi kehidupan warganya. Bahkan, dalam pengertian

yang lebih luas, kebijakan publik sering diartikan sebagai ‘apa saja yang

dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan’. Seperti kata

Bridgman dan Davis (2004:3), seringkali, kebijakan publik tidak lebih dari

pengertian mengenai ‘whatever government choose to do or not to do.’

Kadang-kadang, kebijakan publik menunjuk pada istilah atau konsep untuk

menjelaskan pilihan-pilihan tindakan tertentu yang sangat khas atau spesifik,

seperti kepada bidang-bidang tertentu dalam sektor-sektor fasilitas umum,

transportasi, pendidikan, kesehatan, perumahan atau kesejahteraan. Urusan-

urusan yang menyangkut kelistrikan, air, jalan raya, sekolah, rumah-sakit,

perumahan rak yat, lembaga-lembaga rehabilitasi sosial adalah beberapa

contoh yang termasuk dalam bidang kebijakan publik. Sebagai contoh,

kebijakan sosial secara ringkas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk

kebijakan publik yang mengatur urusan kesejahteraan. Kebijakan sosial

secara khusus sejatinya adalah kebijakan kesejahteraan.

Konsep kesejahteraan menunjuk pada proses mensejahterakan manusia atau

aktivitas untuk mencapai kondisi sejahtera. Di sini, istilah ‘kesejahteraan’

tidak perlu pakai kata ‘sosial’ lagi, karena sudah jelas menunjuk pada sektor

atau bidang pembangunan sosial. Sektor ‘pendidikan’ dan ‘kesehatan’ juga

tidak pakai embel-embel ‘sosial’ atau ‘manusia’. Selain di Indonesia kata

sosial memiliki terlalu banyak arti dan karenanya sering disalahfahami, di

negara lain istilah yang banyak digunakan untuk menjelaskan ‘bidang sosial’

secara spesifik ini adalah ‘welfare’ (kesejahteraan) yang umumnya

menerangkan berbagai sistem pelayanan sosial dan skema jaminan sosial

bagi kelompok yang tidak beruntung. Oleh karena itu, istilah ‘pembangunan

kesejahteraan sosial’ sesungguhnya cukup disebut ‘pembangunan

kesejahteraan’. Implikasinya, Departemen Sosial juga lebih tepat jika diberi

nama Departemen Kesejahteraan. Sedangkan Menko Kesejahteraan Rakyat

lebih tepat diubah menjadi Menko Sosial karena mencakup bidang-bidang

pembangunan sosial yang luas dan menjadi payung Departemen

Kesejahteraan, Pendidikan, Kesehatan dan seterusnya.

Beragam pengertian mengenai kebijakan publik ini tidak bisa dihindarkan,

karena kata ‘kebijakan’ (policy) merupakan penjelasan ringkas yang

berupaya untuk menerangkan berbagai kegiatan mulai dari pembuatan

keputusan-keputusan, penerapan, dan evaluasinya. Telah ban yak upaya untuk

mendefinisikan kebijakan publik secara tegas dan jelas, namun pengertiannya


tetap saja menyentuh wilayah-wilayah yang seringkali tumpang-tindih,

ambigu, dan luas. Beberapa kalangan mendifinisikan kebijakan publik hanya

sebatas dokumen-dokumen resmi, seperti perundang-undangan dan peraturan

pemerintah. Sebagian lagi, mengartikan kebijakan publik sebagai pedoman,

acuan, strategi dan kerangka tindakan yang dipilih atau ditetapkan sebagai

garis besar atau roadmap pemerintah dalam melakukan kegiatan

pembangunan.

Tulisan ini mengambil posisi bahwa setiap perundang-undangan adalah

kebijakan, namun tidak setiap kebijakan diwujudkan dalam bentuk

perundang-undangan. Hogwood dan Gunn (1990) menyatakan bahwa

kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain

untuk mencapai hasil-hasil tertentu. Ini tidak berarti bahwa makna

‘kebijakan’ hanyalah milik atau domain pemerintah saja. Organisasi-

organisasi non-pemerintah, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

Organisasi Sosial (Karang Taruna, Pendidikan Kesejahteraan Keluaga, dll)

dan lembaga-lembaga voluntir lainnya memiliki kebijakan-kebijakan pula.

Namun, kebijakan mereka tidak dapat diartikan sebagai kebijakan publik

karena tidak dapat memakai sumberdaya publik atau memiliki legalitas

hukum sebagaimana lembaga pemerintah. Sebagai contoh, pemerintah

memiliki kewenangan menarik pajak dari rakyat dan berhak menggunakan

uang dari pajak tersebut untuk mendanai kegiatan pembangunan. Hal yang

sama tidak dapat dilakukan oleh organisasi non-pemerintah, Karang Taruna

atau kelompok-kelompok arisan.

Mengacu pada Hogwood dan Gunn, Bridgman dan Davis (2004) menyatakan

bahwa kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut:

§ Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataan-

pernyataan yang ingin dicapai.

§ Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan

pemerintah yang telah dipilih.

§ Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan

pemerintah.

§ Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana

penggunaan sumberdaya lembaga dan strategi pencapaian tujuan.

§ Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh

pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu.

§ Teori yang menjelaskan bahwa jika kita melakukan X, maka akan

diikuti oleh Y.

§ Proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu yang relatif

panjang.


DIMENSI KEBIJAKAN PUBLIK

Bridgeman dan Davis (2004: 4-7) menerangkan bahwasanya kebijakan

publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan, yakni sebagai

pilihan tindakan yang legal atau sah secara hukum (authoritative choice),

sebagai hipotesis (hypothesis), dan sebagai tujuan (objective).

Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal

Pilihan tindakan dalam kebijakan bersifat legal atau otoritatif karena dibuat

oleh orang yang memiliki legitimasi dalam sistem pemerintahan. Keputusan-

keputusan itu mengikat para pegawai negeri untuk bertindak atau

mengarahkan pilihan tindakan atau kegiatan seperti menyiapkan rancangan

undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dipertimbangkan oleh

parlemen atau mengalokasikan anggaran guna mengimplementasikan progam

tertentu.

Meskipun demikian, keputusan-keputusan legal belum tentu dapat

direalisasikan seluruhnya. Selalu saja ada ruang atau kesenjangan antara

harapan dan kenyataan, antara apa yang sud ah direncanakan den gan apa yang

dapat dilaksanakan. Kebijakan sebagai keputusan legal bukan juga berarti

bahwa pemerintah selalu memiliki kewenangan dalam menangani berbagai

isu. Setiap pemerintahan biasanya bekerja berdasarkan warisan kebiasaan-

kebiasaan pemerintahan terdahulu. Rutinitas birokrasi yang diterima biasanya

merefleksikan keputusan kebijakan lama yang sudah diterbukti efektif jika

diterapkan. Dalam kontkes ini, adalah penting mengembangkan proses

kebijakan yang partisipatif dan dapat diterima secara luas sehingga dapat

menjamin bahwa usulan dan aspirasi masyarakat dapat diputuskan secara

teratur dan mencapai hasil baik.

Kebijakan publik lahir dari dunia politik yang melibatkan proses yang

kompleks. Gagasan dapat datang dari berbagai sumber, seperti kepentingan

para politisi, lembaga-lembaga pemerintah, interpretasi para birokrat, serta

intervensi kelompok-kelompok kepentingan, media dan warga negara.

Inti dari dunia politik adalah lembaga eksekutif, yakni kelompok menteri

yang meduduki posisi puncak dan memiliki kewenangan pemerintahan atas

nama parlemen. Para menteri tidak saja memahami nuansa politik

pekerjaannya, melainkan pula menghargai bahwa dirinya dan para pemain

lain dalam pemerintahan memerlukan arahan-arahan kebijakan. Kekuasaan

diwujudkan melalui kemampuan melahirkan keputusan-keputusan yang


dinyatakan secara jelas dan terarah. Melalui kebijakan-kebijakan,

pemerintahan membuat ciri khas kewenangannya. Karena dari kompleksitas

dunia politik harus dibuat pilihan-pilihan tindakan yang sah atau legal untuk

mencapai tujuan tertentu.

Kebijakan kemudian dapat di lihat sebagai respon atau tanggapan resmi

terhadap isu atau masalah publik. Hal berarti bahwa kebijakan publik adalah:

Intensional atau memiliki tujuan. Kebijakan publik berarti pencapaian

tujuan pemerintah melalui penerapan sumber-sumber publik.

Menyangkut pembuatan keputusan-keputusan dan pengujian

konsekuensi-konsekuensinya.

Terstruktur dengan para pemain dan langkah-langkahnya yang jelas

dan terukur.

Bersifat politis yang mengekspresikan pemilihan prioritas-prioritas

program lembaga eksekutif.

Kebijakan publik sebagai hipotesis

Kebijakan dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan

akibat. Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi

mengenai perilaku. Kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong

orang untuk melakukan sesuatu atau disinsentif yang mendorong orang tidak

melakukan sesuatu. Kebijakan harus mampu menyatukan perkiraan-perkiraan

(proyeksi) mengenai keberhasilan yang akan dicapai dan mekanisme

mengatasi kegagalan yang mungkin terjadi. Misalnya, jika pemerintah

menaikan harga BBM, maka akan banyak orang mengurangi biaya

perjalananya, akibatnya tempat-tempat pariwisata akan semakin jarang

dikunjungi dan para pemilik hoter serta pedaganag disekitar lokasi wisata

mengalami kerugian. Atau, jika BBM dinaikkan akan banyak perusahaan

menaikan harga produksinya yang akan mengakibatkan harga barang-barang

meningkat dan masyarakat kelas bawah semakin sulit memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Namun demikian, kebijakan bukanlah laboratorium tempat ujicoba. Biasanya

sulit untuk mengevaluasi asumsi-asmsi perilaku sebelum sebuah kebijakan

benar-benar dilaksanakan. Pemerintah mungkin memperkirakan bahwa

sebuah paket pengurangan pajak akan mendapa respon positif dari rakyat.

Tetapi, hingga pemerintah mengumumkan pengurangan itu dan mengukur

dampaknya, para menteri harus selalu waspada karena akibat yang

ditimbulkan kebijakan tersebut belum tentu sesuai dengan perkiraan

sebelumnya.


Kebijakan biasan ya diciptakan dalam situasi ketidakpastian dan diuji oleh

lingkungan dimana ia diterapkan. Para pembuat kebijakan belajar dengan

menemukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam membuat asumsi-

asumsi dan model-model kebijakan. Sebuah proses kebijakan yang baik

biasanya merumuskan asumsi-asumsinya secara jelas sehingga para

pelaksana kebijakan memahami teori dan model kebijakan yang mendukung

keputusan-keputusan dan rekomendasi-rekomendasi di dalamnya.

Memahami kebijakan sebagai hipotesis memerlukan kalkulasi-kalkulasi

ekonomi dan sosial dari para penasihat dan pembuat kebijakan. Memandang

kebijakan sebagai sebagai hipotesis juga menekankan pentingnya pelajaran

dan temuan-temuan dari hasil implementasi dan evaluasi. Pembuatan

kebijakan yang baik didasari kemampuan dalam memahami pelajaran-

pelajaran dari pengalaman-pengalaman kebijakan dan menerapkan pelajaran

itu dalam langkah perumusan kebijakan berikutnya. Karena ban yaknya

pemain dan kepentingan dalam perumusan sebuah kebijakan,

mengintegrasikan pengalaman penerapan kebijakan dengan perbaikan

kebijakan berikutnya tidak selalu mudah dilakukan. Temuan-temuan di

lapangan mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan perlu dicatat dan

didokumentasikan secara baik dalam sebuah naskah kebijakan (policy paper)

sehingga dapat diperlajari dan disebarluaskan. Seorang analis kebijakan dari

Amerika, Aaron Wildavsky men yatakan bahwa ‘kita berharap bahwa

hipotesis baru dapat dikembangkan menjadi teori yang mampu menjelaskan

realitas lebih baik’ (Bridgman dan Davis 2004). Teori-teori yang baik yang

dukung oleh hasil-hasil evaluasi, merupakan dasar guna memperbaiki

kebijakan-kebijakan publik.

Kebijakan publik sebagai tujuan

Kebijakan adalah a means to an end, alat untuk mencapai sebuah tujuan.

Kebijakan publik pada akhirnya menyangkut pencapaian tujuan publik.

Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang

didesain untu mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik

sebagai konstituen pemerintah. Proses kebijakan harus mampu membantu

para pembuat kebijakan merumuskan tujuan-tujuannya. Sebuah kebijakan

tanpa tujuan tidak memiliki arti, bahkan tidak mustahil akan menimbulkan

masalah baru. Misalnya, sebuah kebijakan yang tidak memiliki tujuan jelas,

program-program akan diterapkan secara berbeda-beda, strategi

pencapaiannya menjadi kabur, dan akhirnya para analis akan menyatakan

bahwa pemerintah telah kehilangan arah. Karenanya, sebuah kebijakan yang

baik akan menghindari jebakan ini dengan jalan merumuskan secara ekplisit:


Pernyataan resmi mengenai pilihan-pilihan tindakan yang akan

dilakukan.

Model sebab dan akibat yang mendasari kebijakan.

Hasil-hasil yang akan dicapai dan kurun waktu tertentu.

Proses perumusan kebijakan yang effektif memperhatikan keselarasan antara

usulan kebijakan dengan agenda dan strategi besar (grand design)

pemerintah. Melalui konsultasi dan interaksi, tahapan perumusan kebijakan

menkankan konsistensi sehingga kebijakan yang baru tidak bertentangan

dengan agenda dan program pemerintah yang sedang dilaksanakan.

Kebijakan publik dibuat oleh banyak orang dalam suatu rantai pilihan-pilihan

yang meliputi analisis, implementasi, evaluasi dan rekonsiderasi

(pertimbangan kembali). Koordinasi ini hanya dimungkinkan jika tujuan-

tujuan kebijakan dinyatakan secara jelas dan terukur. Manakala tujuan-tujuan

kebijakan tidak jelas atau berlawanan satu sama lain, kebijakan hanya

memiliki sedikit kesempatan untuk berhasil. Penetapan tujuan merupakan

langkah utama dalam sebuah proses lingkaran pembuatan kebijakan.

Peneapan tujuan juga merupakan kegiatan yang paling penting karena hanya

tujuanlah yang dapat memberikan arah dan alasan kepada pilihan-pilihan

publik.

Dalam kenyataannya, pembuat kebijakan seringkali kehilangan arah dalam

menetapkan tujuan-tujuan kebijakan. Solusi kerapkali dipandang lebih

penting daripada masalah. Padahal yang terjadi seringkal sebaliknya dimana

sebuah solusi yang baik akan gagal jika diterapkan pada masalah yang salah

(Suharto, 2005a). Di sini, identifikasi masalah dan kebutuhan (needs

assessment) menjadi sangat penting. Kebijakan yang baik dirumuskan

berdasarkan masalah dan kebutuhan masyarakat.

Aktivitas kebijakan sangat cepat bergerak. Setelah keputusan dibuat,

kegiatan-kegiatan untuk menerapkan keputusan tersebut harus segera

dipersiapkan. Waktu dan kewenangan yang tersedia guna mendukung arah

yang dipilih umumnya sangat terbatas dan karenanya menuntut penyesuaian.

Pilihan-pilihan kebijakan yang telah dipilih tidak menutup kemungkinan

menjadi sedikit berbeda dengan pilihan-pilihan sebelumnya.

Tujuan-tujuan kebijakan yang telah ditetapka juga biasanya sedikit

melenceng dikarenakan adanya akibat-akibat yang terjadi diluar perkiraan.

Akibat sampingan (side effects) atau yang dikenal dengan istilah externalities

atau spillovers ini hanya bisa diketahui setelah kebijakan diterapkan. Selain

mempengaruhi pencapaian tujuan kebijakan, externalities tentu saja


‘mengganggu’ hasil-hasil kebijakan yang telah ditetapkan danbahkan tidak

jarang menciptakan masalah-masalah baru yang lebih kompleks. Sebuah

skema pemberian lisensi pada kegiatan tertentu, seperti pembentukan skema

asuransi sosial atau pemberian kredit mikro bagi rakyat miskin, biasanya

mengancam elit tertentu atau kelompok status quo yang kemungkinan

terganggu oleh kebijakan baru. Secara politis mereka berupaya menghambat

atau merubah kebijakan baru itu yang dipandang menguntngkan atau

minimal tidak mengganggu kepentingan mereka.

Agar kebijakan tetap terfokus pada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan,

pembuatan kebijakan harus dilandasi oleh lingkaran tahapan kebijakan yang

meliputi perencanaan dan evaluasi. Dalam proses ini, para pembuat kebijakan

biasanya dipandu oleh pertanyaan-pertanyaan seperti:

Apa maksud atau fungsi sebuah kebijakan?

Bagaimana kebijakan itu akan mempengaruhi agenda pemerintah

secara keseluruhan, departemen-departemen pemerintahan,

kelompok-kelompok klien, kelompok-kelompok kepentingan, dan

masyarakat banyak?

Apa dan bahaimana hubungan antara alat-alat impelementasi dengan

tujuan-tujuan kebijakan?

Apakah ada alat atau mekanisme implementasi yang lebih sederhana?

Bagaimana kebijakan ini berkaitan dengan kebijakan-kebijakan

pemerintah yang lainnya?

Dapatkan kebijakan yang baru itu menghasilkan perbedaan seperti

yang diharapkan?

Dalam sebuah lingkaran perumusan kebijakan, pilihan-pilihan tindakan yang

legal dibuat berdasarkan hipotesis yang rasional guna mencapai tujuan-tujuan

kebijakan yang ditetapkan. Rumusan sederhana ini menunjukan hubungan

antara ketiga dimensi kebijakan di atas. Artinya, kebijakan publik sebagai

pilihan tindakan legal, sebagai hipotesis dan sebagai tujuan merupakan tiga

serangkai yang saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiganya merupakan

prasyarat sekaligus tantangan bagi kebijakan publik yang efektif.

1 komentar:

  1. gimana neh kawan2
    semoga materi mengenai kebijakan publik dapat membuka pemikiran kita yang selama ini awam tentang kebijakan publik yang di ambil pemerintah kita...

    mohon tinggalkan saran dan kritiknya yaa...

    BalasHapus

mohon komentar nya ya